Indonesia Punya Prospek Positif Kembangkan Energi Surya
JAKARTA – Saat ini ada tren yang terjadi di masyarakat global untuk memanfaatkan dan mengembangkan sumber-sumber energi bersih dan ada upaya menekan pemakain energi fosil. Hal ini sejalan dengan terjadinya perubahan iklim di berbagai negara. Di sisi lain, juga dilatarbelakangi laporan Panel Antarpemerintah tentang perubahan Iklim (IPCC) yang menyatakan bahwa suhu permukaan global mencapai 1,10 derajat Celsius pada periode 2011-2020.
Untuk negara-negara tropis, termasuk Indonesia pemanfaatan sumber energi surya dan angin menurut Menteri Energi dan Sumber daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menjadi pilihan yang paling tepat.
“Merefer kepada kejadian-kejadian alam yang terjadi akibat perubahan iklim seperti kebakaran, banjir dan peningkatan suhu bumi, ada desakan untuk capaian target baru energi baru terbarukan 3 kali lipat dari yang sudah ditargetkan. Ini satu ambisi target baru yang harus kita respon. Bagaimana kita meresponnya tentu harus melihat kemampuan sumber-sumber daya apa yang kita miliki dan bagaimana kita bisa memanfaatkannya,” ujar Arifin pada acara Indonesia Solar Summit 2023 di Jakarta, Rabu (26/7).
Arifin menegaskan bahwa Indonesia memiliki potensi sumber daya energi terbarukan yang signifikan lebih dari 3.600 Giga Watt (GW) dimana potensi surya lebih dari 3.200 GW, namun pemanfaatan saat ini hanya sekitar 200 Mega Watt. Karena itu, Indonesia perlu melakukan langkah-langkah percepatan untuk pemanfaatannya.
“Energi solar di kita (Indonesia) ini masih perlu percepatan untuk pemanfaatannya untuk mencapai target bauran energi yang sudah ditetapkan,” jelas Arifin.
Pemanfaatan sumber energi bersih yang dilakukan banyak negara-negara di dunia termasuk Indonesia adalah memanfaatkan sumber energi solar dan angin jika dibandingkan dengan sumber-sumber energi bersih lainnya.
“Yang sebetulnya paling cepat sekarang ini dilakukan oleh banyak negara adalah memanfaatkan energi surya dan energi angin, namun semua tergantung sumbernya yang ada di negaranya. Untuk Indonesia, punya potensi sangat besar untuk memanfaatkan energi surya. Kita adalah negara tropis yang berada di garis katulistiwa dan kita mempunyai banyak lahan yang tersedia,” kata Arifin.
Di China, pemanfaatan sumber energi solar telah dilakukan sejak 12 tahun lalu. China telah melakukan penelitian dan riset hingga pemanfaatannya sehingga kini mereka tampil sebagai ‘pemain’ utama di pentas global produsen panel surya terbesar di dunia.
“China sudah melakukan penelitiannya sejak 12 tahun yang lalu. Sampai saat ini menjadi negara penghasil produk panel surya yang terbesar di dunia. 90% produksi panel surya di dunia itu industrinya ada di China. Total kapasitas produksinya solarnya saat ini kurang lebih 400 – 500 GW,” jelas Arifin.
Optimis Tumbuh Pesat
Terkait dengan pemanfaatan sumber energi surya yang masih rendah, Direktur Eksekutif IESR yang juga Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) Fabby Tumiwa menganalisa kondisi dua tahun terakhir membuat banyak anggota AESI merasa pesimis atas masa depan PLTS di Indonesia.
Kendati demikian, Fabby masih optimis pemanfaatan energi surya di Indonesia akan dapat tumbuh dengan tiga pertimbangan. Pertama, PLTS adalah global fenomena dan merupakan pilihan utama bagi negara dan bisnis untukmelakukan dekarbonisasi.
“Dalam 5 tahun terakhir kapasitas PLTS secara global tumbuh pesat, di luar perkiraan pada analis dan perencana energi,” ujar Fabby.
Alasan kedua, sambung Fabby, PLTS merupakan pilihan teknologi yang paling rasional bagi Indonesia untuk mencapai dekarbonisasi di 2060 atau lebih awal karena ketersediaan sumberdaya yang mencapai 3300 GW, sifatnya yang modular dan cepat dipasang, dan harganya yang semakin terjangkau.
Terakhir, guna mencapai target Just Energy Transitions Partnership (JETP) di 2030, maka kapasitas energi terbarukan harus bertambah 35 GW, dengan PLTS mencapai 20,6 GW.